بسم الله الرحمن الرحيم
Muhasabah adalah
persiapan penting untuk kita mengharungi era ummah Islamiyyah. Kita telah mengharungi bersama Abuya era toifah dan kini kita sedang menuju era Imam
Mahdi.
persiapan penting untuk kita mengharungi era ummah Islamiyyah. Kita telah mengharungi bersama Abuya era toifah dan kini kita sedang menuju era Imam
Mahdi.
Mengimbau kembali pengajian yang pernah disampaikan oleh Abuya Imam Ashaari Muhammad At Tamimi, dalam siri kuliahnya di perkampungan Islam Sungai Penchala Kuala Lumpur pada setiap malam khamis. Beliau ada memberikan dan menyampaikan kuliah kepada murid-muridnya tentang muhasabah.
Ketika menghuraikan kitab Imam Ghazali, beliau menjelaskan tentang muhasabah. Dalam pengajian tasawuf tidak terlalu asing dengan istilah muhasabah. Muhasabah diartikan sebagai introspeksi, menilai diri sendiri atau meneliti diri. Seperti kata-kata yang diucapkan oleh sahabat Rasulullah saw Sayyidina Umar bin Khatab,
.
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا
.
Koreksilah dirimu sebelum kamu dikoreksi.
.
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا
.
Koreksilah dirimu sebelum kamu dikoreksi.
Hal ini menegaskan bahwa muhasabah akan membimbing seseorang pada kefahaman akan dirinya seperti kesalahan, dosa-dosa, serta perbuatan negatif yang pernah seseorang lakukan terhadap dirinya sendiri ataupun orang lain. Dalam kefahaman lain, muhasabah diartikan sebagai metode untuk mengatasi kekuasaan nafsu amarah atas hati seorang mukmin dengan selalu mengintrospeksi diri dan mengekangnya.
Kewajipan melakukan perhitungan terhadap diri sendiri (muhasabah) dijelaskan oleh firman Allah dalam surat
.
وَ نَضَعُ الْمَوَازِيْنَ الْقِسْطَ لِيَومِ الْقِيَامَةِ فَلاَ تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئاً وَ إِنْ كَانَ مِثْقاَلَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْناَ بِهَا وَ كَفَى بِنَا حَاسِبِيْنَ
.
Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi sekalipun, pasti Kami akan mendatangkan (pahala)-nya. Dan cukuplah Kami menjadi orang-orang yang membuat perhitungan.
( Al Anbiya' 21:47 ).
.
وَ نَضَعُ الْمَوَازِيْنَ الْقِسْطَ لِيَومِ الْقِيَامَةِ فَلاَ تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئاً وَ إِنْ كَانَ مِثْقاَلَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْناَ بِهَا وَ كَفَى بِنَا حَاسِبِيْنَ
.
Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi sekalipun, pasti Kami akan mendatangkan (pahala)-nya. Dan cukuplah Kami menjadi orang-orang yang membuat perhitungan.
( Al Anbiya' 21:47 ).
Dan firman Allah dalam surat
.
وَ اعْلَمُوا أَنَّ اللهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ
.
Dan ketahuilah bahwasannya Allah mengetahui apa yang ada di dalam hatimu; maka takutlah kamu kepada-Nya.
( Al Baqarah 2: 235 ).
.
وَ اعْلَمُوا أَنَّ اللهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ
.
Dan ketahuilah bahwasannya Allah mengetahui apa yang ada di dalam hatimu; maka takutlah kamu kepada-Nya.
( Al Baqarah 2: 235 ).
Ayat-ayat di atas dijadikan dalil oleh orang-orang yang berakal bahwa Allah Swt senantiasa mengawasi mereka; bahwa amalan mereka akan diperhitungkan dengan cermat pada hari perhitungan nanti, dan bahwa mereka akan diminta pertanggung jawabkan atas semua lintasan dan detikan hati hingga yang seberat biji sawi sekalipun. Oleh karena itu, mereka akan yakin bahwa tidak ada yang menyelamatkan mereka dari bahaya-bahaya tersebut kecuali dengan membiasakan diri melakukan muhasabah.
Dalam pengertian lain, muhasabah adalah bahwa manakala seseorang muslim melakukan amal pada siang dan malam hari dalam usaha mencari kebahagiaan hidupnya di akhirat, berupaya meraih keutamaanya, serta keridhaan Allah terhadapnya sementara dunia merupakan kesempatan untuk beramal, maka hendaknya dia memperhatikan kewajiban-kewajibannya.
Pada umumnya, hendaklah memberi ruang kepada diri untuk menghitung-hitung pekerjaan hariannya. Apabila melihat kekurangan pada yang diwajibkan kepadanya, maka hendaklah dia mengecam dan memperelokkan, kemudian ketika itu juga ia berusaha untuk memperbaikinya. Kalau termasuk wajib di-qadha, maka qadha-lah, kalau tidak boleh maka berusahalah dengan memperbanyak melakukan nawafil (amal-amal yang disunnahkan).
Sekiranya amal-amal nawafil-pun masih kurang, gantilah dan usahakanlah. Dan sekiranya kerugian tersebut disebabkan karena perbuatan yang terlarang, maka haruslah segera memohon ampun, menyesali, kemudian kembali mengerjakan kebaikan-kebaikan yang dianggap dapat memperbaiki yang telah rosak. Inilah yang dimaksud dengan muhasabah terhadap diri iaitu salah satu cara untuk memperbaiki diri, membina, menyucikan, dan membersihkannya.
Muhasabah biasanya dilakukan pada kalangan sufi. Seorang sufi haruslah senantiasa mencurahkan dan mengarahkan perhatiannya terhadap dirinya sendiri dalam saat apapun dan dalam melakukan perbuatan apapun. Ia harus selalu waspada dalam memandang diri sendiri didalam setiap gerak-geriknya baik menyangkut hal ruhaniah dan batiniah-nya, orang-orang sufi senantiasa melakukan koreksi diri atau mengontrol dirinya, akan selalu tampak padanya perbuatan apa yang sedang dilakukanya. Dan karenanya, ia tidak akan berani melakukan perbuatan jahat yang bagaimanapun kecilnya.
Orang yang selalu berfikir tentang keberadaan dirinya, mengontrol segala kesalahanya dan mengawasi gerak-geriknya menandakan hati dan fikiranya masih jernih dan masih berfungsi secara normal dan bahkan Rasulullah Saw menggolongkan orang yang jenius atau orang yang cerdas karena pandai mengoreksi kesalahannya sendiri.
Dari sini dapatlah dikatakan bahwa kontrol diri atau muhasabah bukanlah dilakukan sewaktu-waktu saja, melainkan harus dilakukan setiap saat, sebab apabila sekali waktu atau suatu saat lengah, saat itu pula akan terjerumus ke dalam jurang kejahatan yang nantinya akan timbul penyesalan, karenanya kewaspadaan harus selalu dijaga sebagaimana peringatan Allah dalam firmannya surat
.
ياَ بَنِي آدَمَ لاَ يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطاَنُ كَماَ أَخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ
.
Hai anak adam, janganlah syaitan itu sampai memfitnahkan kamu pula, sebagaimana ia telah mengeluarkan ibu bapakmu dari syurga.(Al A'raf 27).
.
ياَ بَنِي آدَمَ لاَ يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطاَنُ كَماَ أَخْرَجَ أَبَوَيْكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ
.
Hai anak adam, janganlah syaitan itu sampai memfitnahkan kamu pula, sebagaimana ia telah mengeluarkan ibu bapakmu dari syurga.(Al A'raf 27).
Semoga Allah merahmati seorang hamba yang berfikir di saat pertama ia ingin melakukan sesuatu. Jika itu kerana Allah ia melanjutkan dan jika bukan kerana Allah ia meninggalkannya. Allah Swt berfirman :dalam surat
.
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَ لْتَنْظُرْ نَفْسٌ ماَ قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَ اتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِماَ تَعْمَلُونَ
.
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).
( Al Hasyr ayat 18 ).
.
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَ لْتَنْظُرْ نَفْسٌ ماَ قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَ اتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِماَ تَعْمَلُونَ
.
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).
( Al Hasyr ayat 18 ).
Oleh karena itu, sebagai orang Islam dan beriman, hendaknya senantiasa pandai-pandai mengoreksi dan membersihkan aib atau kesalahan-kesalahan yang terjadi pada diri sendiri atau berusaha dengan segala upaya untuk mengekang hawa nafsu. Karena pada dasarnya, kesalahan-kesalahan yang terjadi itu kerana menurutkan hawa nafsu, dalam firman Allah surat diterangkan,
.
وَ أَمَّا مَنْ خَافَ مَقَمَ رَبِّهِ وَ نَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى
.
Dan adapun orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggalnya.
( An Naazi'aat ayat 40-41 ).
.
وَ أَمَّا مَنْ خَافَ مَقَمَ رَبِّهِ وَ نَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى
.
Dan adapun orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggalnya.
( An Naazi'aat ayat 40-41 ).
Dan bergolaknya hawa nafsu itu bersumber dari empat hal, diantaranya adalah:
1. Sering melanggar larangan Allah.
2. Sering berlaku riya' (berbuat baik bukan karena Allah, melainkan supaya dapat pujian, sanjungan dan sebagainya).
3. Suka membuang-buang waktu dengan percuma.
4. Malas mengerjakan perintah-perintah Allah.
1. Sering melanggar larangan Allah.
2. Sering berlaku riya' (berbuat baik bukan karena Allah, melainkan supaya dapat pujian, sanjungan dan sebagainya).
3. Suka membuang-buang waktu dengan percuma.
4. Malas mengerjakan perintah-perintah Allah.
Ulasan
Catat Ulasan