Mencari kebahagiaan adalah fitrah murni setiap manusia. Tanpa melihat apakah lelaki atau perempuan, tua atau muda, orang kaya atau orang miskin, orang besar atau orang kecil, semua menginginkan kebahagiaan. Segala tindak tanduk manusia dapat kita lihat tidak lain dan tidak bukan hanyalah demi mencari kebahagiaan.
Kebahagiaan bukan terletak pada tangan. Kebahagian bukan terletak pada mata. Kebahagian bukan terletak pada kaki. Kebahagian bukan terletak pada telinga, atau yang lainnya.
Kebahagiaan terletak pada hati (jiwa). Orang yang mendapat kebahagiaan akan merasa ketenangan hati, ketenangan jiwa dan keindahan roh. Kita menyaksikan berbagai cara dan jalan telah ditempuh manusia untuk mendapatkan kebahagiaan. Ada yang berusaha mencari kebahagiaan melalui kekayaan. Ada yang berusaha mencari kebahagiaan melalui pangkat. Ada yang berusaha mencari kebahagiaan melalui nama. Ada yang berusaha mencari kebahagiaan melalui kemasyhuran. Ada yang berusaha mencari kebahagiaan melalui isteri yang cantik. Atau ada yang berusaha mencari kebahagiaan melalui cara-cara lain.
Yang menjadi permasalahan sekarang adalah, benarkah semua itu dapat memuaskan hati manusia dengan mutlak?
Jika mencari kebahagiaan itu diusahakan dengan jalan kebendaan, percayalah manusia akan gagal mendapatkan kebahagiaan. Manusia akan mencapai kekecewaan, manusia akan merasa malang setiap hari, jiwa tidak akan tenang, tidak tenteram sepanjang masa. Inilah yang dikatakan ‘neraka’ sementara sebelum merasakan neraka yang sebenarnya yang dahsyat lagi mengerikan di akhirat nanti.
Buktinya, dapat kita melihat orang-orang yang mencari kebahagiaan melalui hal-hal berikut, gagal memperoleh kebahagiaan:
Banyak manusia yang mencari kebahgiaan melalui kekayaan. Setelah manusia itu mendapatkan kekayaan, rupanya tetap tidak akan dapat terhindar dari masalah-masalah yang tidak menyenangkan, yaitu ujian-ujian dalam hidup. Ujian-ujian itu merupakan sunnatullah yang sengaja Allah datangkan kepada setiap manusia. Contohnya, seseorang tidak dapat terhindar dari sakit yang Allah datangkan kepadanya. Jika sudah ditimpakan kesakitan maka di waktu itu kekayaan tidak berguna lagi. Atau misalnya di lain waktu terjadi pencurian, kebakaran, diancam orang dan sebagainya. Kalau semua itu terjadi, kekayaan sebesar apapun itu tidak dapat memberi kebahagiaan kepada manusia.
Sebagian orang yang lain mencari kebahagiaan melalui pangkat dan jabatan. Namun dalam usaha mencari kebahagiaan melalui pangkat, mereka juga tidak dapat terhindar dari dihina oleh orang yang di atasnya. Mereka tidak dapat terhindar dari hasad dengki dari orang lain, banyak orang yang akan membenci sebab untuk mendapatkan pangkat sering terjadi seseorang itu mengumpat, memfitnah dan menjatuhkan orang lain untuk mendapat perhatian dari pihak-pihak tertentu. Kemudian, apabila sudah mendapatkan pangkat apakah kita juga dapat terhindar dari ujian-ujian yang Allah datangkan kepada kita? Apakah kita dapat terhindar dari kematian anak, isteri, keluarga atau orang-orang yang dicintai? Apakah pangkat tersebut dapat memberi kebahagiaan dan ketenangan jiwa pada diri seseorang?
Begitu juga kalau seseorang itu mencari kebahagiaan dengan hal yang lain misalnya kemasyhuran nama atau isteri yang cantik, ia tidak akan dapat merasakan kebahagiaan dan ketenangan. Orang yang mencari kebahagiaan dengan perkara-perkara dunia atau material semata-mata, tidak akan menemui kebahagiaan selama-lamanya. Kebahagiaan yang diharapkan tetapi kecelakaan yang datang yaitu kesengsaraan dan penderitaan di dunia.
Mari kita ambil beberpa contoh :
Banyak bintang film terkenal yang dipuja orang yang mati bunuh diri, sedangkan secara lahiriyah, mereka seolah-olah sudah mendapatkan kebahagiaan. Mengapa terjadi demikian? Ada juga di kalangan mereka yang mencoba bunuh diri, tetapi masih dapat diselamatkan. Ada yang tidak berani bunuh diri, tetapi terlibat dengan ganja, narkotika, minuman keras, dan bermacam-macam kejahatan yang mengerikan dan merosakkan masyarakat.
Ada yang belum juga mendapatkan dunia, padahal mereka berusaha sungguh-sungguh untuk mendapatkannya demi memperoleh kebahagiaan, kepuasan jiwa dan ketenangan hati. Karena itu mereka kemudian menjadi orang yang membenci dunia. Mereka meninggalkan segala-galanya, membawa diri mengikut perasaan hati ke sana ke mari tidak tentu arah. Ada yang membiarkan pakaiannya compang-camping, seolah-olah ingin hidup seperti alang-alang dan rerumputan. Inilah penyakit-penyakit yang menjadi masalah pada masyarakat sekarang ini.
Benarlah firman Allah SWT yang artinya:
”Tidak ada hidup di dunia ini, melainkan mata benda yang menipu daya” (Q.S. Al Hadid 20)
Sejak kita masih hidup di dunia, perkara-perkara duniawi sudah terasa menipu dan mengecewakan. Buktinya, kita meyakini bahwa pangkat, kekayaan, nama yang terkenal dan masyhur, isteri atau suami yang rupawan dapat memberikan kebahagiaan, tetapi rupanya semua itu menipu kita. Di akhirat nanti baru kita sedar bahwa dunia ini menipu kita, hingga menjadikan kita melupakan perintah Allah. Dunialah yang menyebabkan kita terjun ke neraka. Jika demikian, lalu dengan cara bagaimanakah kita memperoleh kebahagiaan yang hakiki?
Kebahagiaan yang hakiki lagi sejati akan kita peroleh jika kita beriman kepada Allah dan Rasul serta melaksanakan apa yang diwajibkan dan meninggalkan apa yang dilarang dengan sepenuh hati dan ikhlas. Allah berfirman yang bermaksud:
“Ketahuilah bahwa dengan mengingati Allah itu hati akan tenang (jiwa akan tenang)” (Q.S. Ar-Raad 28)
Kebahagiaan hakiki akan kita peroleh di akhirat karena di akhirat nanti tidak berguna lagi sehala harta dan kekayaan, pangkat, pujian dan isteri yang cantik. Semua tidak akan dapat memberi manfaat lagi di hari Akhirat. Firman Allah yang artinya:
“Di hari itu tidak berguna lagi harta dan anak-anak, kecuali mereka yang datang kepada Allah dengan membawa hati yang selamat sejahtera.” (Q.S. Asy Syuaraa 88–89).
Ulasan
Catat Ulasan