DESIGN KEHIDUPAN SUPAYA SEGAR.
Anak kecil yang takut Api Neraka.
Dalam sebuah riwayat menyatakan bahwa ada seorang lelaki tua sedang berjalan-jalan di tepi sungai, sedang dia berjalan terpandang olehnya seorang anak kecil sedang mengambil wudu’ sambil menangis.Apabila orang tua itu melihat anak kecil itu menangis maka dia pun berkata, “Wahai anak kecil, mengapa kamu menangis?”
Maka berkata anak kecil itu, “Wahai Paman, saya telah membaca ayat Al Quran sehingga sampai kepada ayat yang berbunyi “Yaa ayyuhal ladziina aamanuu quu anfusakum” yang bermaksud “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah olehmu sekalian akan dirimu.
” Saya menangis sebab saya takut akan dimasukkan ke dalam neraka.”Berkata orang tua itu, “Wahai Anak, janganlah kamu takut sesungguhnya kamu terpelihara dan kamu tidak akan dimasukkan ke dalam neraka.” Berkata anak kecil itu, “Wahai Paman, Paman adalah orang yang berakal, tidakkah Paman lihat kalau orang menyalakan api maka yang pertama sekali mereka akan meletakkan ranting-ranting kayu yang kecil dahulu kemudian baru mereka meletakkan kayu besar. Jadi, tentulah saya yang kecil ini akan dibakar dahulu sebelum dibakar orang dewasa.”Berkata orang tua itu, sambil menangis, “Sesungguhnya anak kecil ini lebih takut kepada neraka daripada orang yang dewasa maka bagaimanakah keadaan kami nanti?”.
Ada ayat yang mengatakan, ketahuilah bahwa hanya dengan mengingat ALLAH hati menjadi tenang. Pada ayat lain dikatakan, orang mukmin itu bila disebut nama ALLAH gemetarlah hatinya. Nampaknya seperti ada double standard, yang pertama tenang, yang kedua gemetar. Sebenarnya yang dimaksud tenang adalah tenang terhadap dunia. Walau dia sakit kritikal dan memiliki berbagai kesusahan dan ujian dunia, jiwanya tidak susah.
Tetapi dengan Tuhan, hatinya selalu bergelombang kerana selalu terkenang akan dosa-dosanya, baik fizikal dia sakit atau pun tidak sakit. Yang tidak tenang itu dengan Tuhan, dengan akhirat, bukan dengan dunia.Kita dapat membezakan mana orang yang tidak tenang dengan akhirat dan mana yang tidak tenang dengan dunia. Orang yang beriman yang tidak tenang dengan akhirat, dengan Tuhan maka dia akan jadi insan yang tenang, tidak emosi, tidak pemarah.
Tetapi kalau dia tidak tenang dengan dunia, maka biasanya dia menjadi insan yang pemarah, mudah meradang, gelisah, buat masalah. Pemarah, ego, sombong dan berbagai sifat mazmumah (sifat keji) yang lain ada hubungannya dengan rasa berTuhan. Orang yang rasa berTuhannya lemah, walau dia ulama tak ada hubungan dengan Tuhan atau lemah akan mudah tertipu dengan dunia.
Orang yang banyak ilmu atau orang yang banyak sholat dan ibadah, ilmu, sholat, dan ibadahnya itu tidak ada hubungan dengan Tuhan, sebab pengaruh dunia pada diri dia lebih besar dari pada pengaruh Tuhan. Kalau Tuhan lebih berpengaruh pada diri dia, maka dia tidak akan jadi emosi, peradang, pemarah, gelisah dan lain-lain.
Dalam sejarah Islam diceritakan ada orang yang pingsan bahkan ada yang mati karena terlalu gelisah dan takut pada Tuhan. Para Sahabat kalau ada angin yang lebih kencang sedikit saja dari biasanya, mereka sudah ketakutan. Bukan ketakutan karena angin itu, tetapi mereka teringat kisah kaum yang mendurhakai Tuhan dahulu. Tuhan datangkan angin kencang untuk menghukum kaum tersebut. Jadi mereka (para Sahabat) kaitkan dengan hukuman Tuhan pada kaum yang sudah membuat banyak dosa. Mereka gelisah, merasa kiamat sudah hampir tiba, sedangkan mereka merasa masih banyak dosa.
Kalau takut kepada Tuhan itu sampai menyebabkan dia mati, maka takut itulah yang akan menjadi syafa’at (penolong) di akhirat.
Takut dan gelisah pada Tuhan ini mendorong para Sahabat dan salafussholeh (pengikut para Sahabat) untuk berbuat berbagai kebaikan dalam masyarakat untuk menebus dosa-dosa dan kelalaian mereka. Akhirnya lahirlah berbagai kebaikan dalam masyarakat. Terjadilah pembangunan peradaban. Terciptalah kasih sayang antar anggota masyarakat. Inilah yang telah terjadi pada zaman para Sahabat dan salafussholeh dahulu.
Ulasan
Catat Ulasan