BEZA RASA BERTUHAN DAN BERFIKIR TENTANG TUHAN
( Kota kelahiran Imam Abu Hasan Ashaari ).
Abuya Imam Ashaari At Tamimi bukan sahaja memberikan ilmu tauhid atau ilmu tentang Tuhan, tetapi Abuya juga membuat latihan kepada keluarga dan anak muridnya menguasai ilmu tauhid dan menjiwai peranan Tuhan. Supaya kita bukan sahaja menghafal 20 sifat-sifat yang wajib dan 20 sifat yang mustahil dan satu yang mubah atau harus. Abuya juga membuat latihan praktikal tentang tauhid. Agar benar-benar terpandu menjadi hamba Allah dan dapat berperanan sebagai orang yang boleh berkhidmat untuk Islam. Begitulah contoh Abuya mendidik anak-anaknya menjiwai, merasai dan menghayati ilmu tauhid. Bukan setakat hafalan tetapi dijadikan amalan membaca Dibaei dan Berzanji setiap malam jumaat dan malam Isnin.
Dalam bacaan Maulid Nabi tersebut ada juga membaca sifat dua puluh. Untuk mendapatkan rasa bertuhan berbeza dengan berfikir tentang Tuhan. Itulah proses saya dididik oleh Abuya untuk menguasai aqaidul iman.Supaya tepat menjiwai kalimah Syahadatain iaitu dua kalimah syahadah. Ilmu tersebut dinamakan ilmu tauhid atau ilmu kalam.Kefahamam tauhid yang Abuya ajarkan ini yang dipadukan dengan faham ilmu Tauhid yang dikembangkan oleh Imam Abu Hasan Ashaari dan Abu Manshur Al Maturidi. Ini terlihat dari metode pengenalan sifat-sifat Allah yang terkenal dengan nama " 20 sifat Allah", yang banyak diajarkan di pondok pesantren yang berasaskan Ahlussunnah Wal Jama'ah.
( ابو الحسن بن إسماعيل اﻷشعري )adalah ulama dan tokoh seorang pemikir muslim pendiri faham Asy'ari. Namanya Abul al-Hasan Ali bin Ismail Asy'ari keturunan dari Abu Musa alAsy'ari, salah seorang yang terlibat perantara dalam Perselisihan antara, Ali bin Abi Talib dan Mu'awiyah. Tempat pertemuan antara Ali bin Abi Talib dan Mu'awiyah dalam sejarah dikenali dengan medan Siffin. Berbeza rasa bertuhan dan berfikir tentang Tuhan. Perasaan yang dimiliki oleh manusia, seperti rasa malu, rasa jijik timbul secara otomatik dan tidak dipaksa untuk merasakannya. Perasaan itu timbul begitu saja, ketika berhadapan dengan kotoran timbul rasa jijik, ketika berhadapan dengan harimau timbul rasa takut. Merasa adalah kerja ruh.
Perasaan berubah-ubah berdasarkan apa yang dilihat. Kalau lihat makanan rasa ingin, kalau melihat cacing rasa jijik. Begitulah perasaan itu selalu silih berganti. Begitu juga dengan rasa berTuhan. Kalau kita tidak kenal ALLAH Tuhan kita, akan sukar untuk menimbulkan rasa berTuhan. Walaupun kita memiliki ilmu tentang Tuhan Maha Kuasa, Tuhan memberi ilmu, Tuhan sangat penyayang, Tuhan Maha Melihat dan lain-lain, tapi tidak terasa bahwa kita tidak ada kekuasaan. Bahwa yang ada kuasa hanya ALLAH. Tidak terasa ALLAH Maha Melihat sehingga kita masih berani melakukan kejahatan. Tapi kalau kita tahu Tuhan berkuasa dan memahami bagaimana kuasa ALLAH itu, barulah sedikit banyak merasakan ALLAH berkuasa.
Misalnya kita mengetahui bahwa kita tidak dapat menolak takdir buruk seperti sakit atau kehilangan barang. Barulah kita rasa Tuhan Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Untuk merasakan pemurahnya ALLAH, kita pikirkan pentingnya oksigen yang telah ALLAH beri secara cuma-cuma dalam kehidupan kita. Kalau kita menutup hidung, tentu tidak dapat bertahan hidup.Bila orang yang tidak ada rasa takut pada ALLAH, seperti kisah seorang ibu yang membawa anaknya masuk ke tengah hutan. Sampai di rumah dia bercerita pada ibunya bahwa dia bertemu dengan harimau, yang dia katakan cantik dan dia pun membelai-belainya.
Begitulah keadaan seorang anak yang tidak kenal dengan harimau, dia tidak ada rasa takut. Tapi berbeda dengan dengan sang ibu yang telah kenal dengan harimau, tentu akan timbul rasa takut dan bimbang dengan keselamatan anaknya ketika mendengar cerita anaknya tentang perjumpaan dengan harimau. Jadi untuk orang yang belum ada rasa, maka disuruh untuk berpikir. Sebagai latihan kalau kita melihat ciptaan ALLAH, seperti gunung, sungai, laut, burung dan lain-lain, kita coba kita kaitkan dengan ALLAH. Itulah yang disebut tafakur.
Kejadian apapun yang menimpa kita, positif maupun negatif, kaitkanlah dengan ALLAH sambil berbaik sangka denganNya. Jika positif kita bersyukur, jika negatif kita pun berterima kasih pada Tuhan yang mengingatkan kita bahwa sebenarnya kita adalah hamba yang lemah yang sangat tergantung padaNya.Bila latihan selalu dilakukan, maka satu saat rasa itu akan timbul secara otomatis, seperti perasaan-perasaan yang lain.Bedanya dengan para sastrawan yang jiwanya halus, tapi jika tidak dikaitkan dengan ALLAH, maka bila melihat gunung yang terasa betapa hebatnya gunung.
Bila melihat laut yang terasa betapa hebatnya laut. Sebab itu mereka seperti orang yang tidak sadar, asyik dengan diri sendiri.Jadi di tahap awal yang perlu dilakukan adalah berfikir tentang ciptaan ALLAH. Tapi lama kelamaan, bila sudah kenal ALLAH maka akan datang perasaan-perasaan yang berkaitan dengan Tuhan secara otomatik, seperti rasa cinta, rasa terima kasih, takut, bimbang, rindu. Sebab itu bagi orang-orang yang hatinya sudah senantiasa merasakan wujudnya ALLAH, maka mereka akan tenggelam dalam merasakanNya. Inilah yang terjadi pada para Sahabat, para pejuang dan orang-orang soleh dahulu.
Ulasan
Catat Ulasan