Hanya kehidupan bertaqwa maka barulah kita akan mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat. Seluruh aspek dalam Islam harus diperjuangkan untuk keselamatan kita. Oleh karena itu, kita harus mempelajari, mengamalkan dan memperjuangkan ajaran Islam secara utuh dan menyeluruh. Falsafah dan konsep kehidupan ini pernah menjadi fenomina pada kebangkitan Islam pertama. Kehidupan ini pernah digambarkan sendiri dalam Al Quran. Maksudnya:
"Dan orang-orang yang terdahulu - yang mula-mula (berhijrah dan memberi bantuan) dari orang-orang "Muhajirin" dan "Ansar", dan orang-orang yang menurut (jejak langkah) mereka dengan kebaikan (iman dan taat), Allah reda akan mereka dan mereka pula reda akan Dia, serta Ia menyediakan untuk mereka Syurga-syurga yang mengalir di bawahnya beberapa sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; itulah kemenangan yang besar.(At Taubah 9:100).
Mereka yang membesar ditengah kehidupan yang membesarkan kehidupan taqwa sebagaimana mereka yang Allah gambarkan dalam Al Quran di atas iaitu kaum "Muhajirin" dan "Ansar". Mereka membesar dalam suasana masyarakat yang mengagungkan Tuhan. Mereka dibesarkan dalam suasana kasih sayang berlaku dimana-mana. Kasih sayang mereka boleh perolehi didalam keluarga dan juga keluar rumah mereka tetap mendapatkan kasih sayang tadi.
Budaya hidup berhibur dengan Tuhan dan boleh dapat kasih sayang di rumah dan juga diluar rumah berlaku selama tiga kurun. Masyarakat yang peka dan perihatin terhada orang lain. Kerana prinsip hidup yang menjadi pegangan mereka ialah seperti yang digariskan oleh Rasulullah SAW. Orang mukmin itu mengasihi orang lain seperti mengasihi dirinya sendiri.
Tangisan Salafus soleh dari Hilangnya Amal
Berikut adalah beberapa contoh tangisan para salafus soleh karena kehilangan kesempatan untuk beramal,
* Abu Hurairah
Ketika kematian datang menjemputnya, beliau menangis. Maka dikatakan kepadanya; “Apa yang membuat anda menangis?, beliau menjawab: “Aku tidaklah menangisi dunia kalian ini, akan tetapi aku menangis karena jauhnya perjalanku dan sedikitnya perbekalanku. Dan sekarang aku mendaki untuk menuruni ke arah jannah dan neraka, dan aku tidak tahu kemana Allah akan mengambilku?”.
* Yunus bin Ubaid
Seorang tabi’in Jalil yang telah bertemu dengan Anas bin Malik radhiallahu’anhu,mereguk akhlak dan perangainya. Ketika kematian menjemputnya, beliau tidak berfikir pada maksiatnya atau fitnah yang telah dia terjerumus padanya dan dia tidak mengetahuinya bahwa ia telah berjalan di atasnya. Akan tetapi ia membatasi fikirannya hanya pada kebaikan yang belum ia peroleh atau ia perbuat. Sehingga ia sangat menyesal telah meninggalkan urusan yang sangat besar ini. Ia melihat pada ujung kedua kakinya seraya menangis. Lantas orang-orang di sekitarnya tidak mengetahui apa yang membuat ia menangis atau yang membuat jiwanya goncang maka mereka bertanya kepadanya: “Wahai Abu Abdillah apa yang membuat Anda menangis? Lantas beliau berkata: “Kedua kaki tidak pernah berdebu di jalan Allah.” Beliau menangis karena tidak merasakan debu pada kakinya di medan-medan jihad. Beliau menangis karena kehilangan pahala jihad ketika ia tidak memiliki anak panah.
* Aku berharap seandainya Aku Syahid
Abu Junaid berkata Kholid bin Walid ketika menghadapi kematian, menangis dan berkata: “Aku telah menghadapi pasukan ini dan itu dan tidaklah satu jengkalpun dalam tubuhku melainkan terdapat tebasan pedang atau tusukan panah dan sekarang inilah aku mati di atas ranjangku. Mati seperti matinya dedaunan maka janganlah mati seperti mati para pengecut.”
* Mereka berpaling dan mata mereka berlinangan air mata
Mereka ini adalah shahabat-shahabat yang miskin, kemiskinan mereka harus mengahalngi mereka dari jihad fi sabilillah dan menolong dien-Nya. Maka mereka mendatangi Rasulullah SAW mengharapkan sesuatu yang dapat membawa mereka untuk berperang bersama Beliau dan dapat membela agama Allah dengan jiwa-jiwa mereka, hal ini terjadi pada saat perang ‘usroh. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam memohon maaf pada mereka dengan apa yang telah Allah kabarkan pada kita: radhiallahu ‘anhuAku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu). Maka jiwa mereka tidak pernah merasa nyaman berdiam diri tanpa berbuat, serta kehilangan kesempatam berjihad bersama Rasululah SAW sehingga mata mereka basah bercucuran air mata, sedih dan sakit karena tidak dapat berinfaq untuk menolong dien ini.
Allah subhanahu wata’ala berfirman,
“dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: “Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu.” lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan”
(At Taubah 9:92)
Bersyukur kepada Allah kita diizinkan berada di era kebangkitan Islam sekali lagi. Di mana di era kebangkitan ini kita akan bertemu dengan satu kelompok masyarakat yang dirindukan oleh Rasulullah SAW iaitu adanya ikhwanku, mereka hidup selepas ketiadaan ku. Kelompok masyarakat tersebut di sebut "ikhwan". Bezanya meraka dengan Sahabat Rasulullah SAW ialah ikhwan adalah selepas ketiadaan Rasulullah dan Sahabat Rasulullah SAW ialah mereka yang hidup sezaman dengan Rasulullah dan bertemu dengannya.
Generasi yang Allah rezkikan menemui kebangkitan Islam sekali lagi ialah mereka membesar di tengah kepesatan kemajuan sains dan teknologi. Mereka tidak canggung dengan kemajuan teknnologi dan tahu menggunakannya untuk mengatur hidup. Dalam masa yang sama, mereka tidak membiarkan diri mereka menjadi hamba teknologi.justeru mereka telah dilatih memanfaatkan sains dan teknologi untuk menegakkan agama Allah. Mereka adalah generasi "sufi berteknologi ". Pendidikan yang mereka terima sangat menekankan jiwa sufi. Merekalah yang dinamakan generasi rohani.
Ulasan
Catat Ulasan