Salah satu tanda kiamat ibu melahirkan tuannya.
Salah satu tanda kiamat pernah disampaikan Rasulullah SAW kepada Malaikat Jibril yang datang dalam wujud laki-laki tampan.
أَنْ تَلِدَ الأَمَةُ رَبَّتَهَا
“Jika budak wanita telah melahirkan tuannya” (HR. Muslim)
Demikian sabda Rasulullah menjawab pertanyaan apa tanda-tanda kiamat. Ada tanda lain yang disebutkan setelah kalimat ini, namun fokus kita kali ini pada kalimat ini. Apa makna “hamba wanita melahirkan tuannya”?
Imam Nawawi menjelaskan bahawa maksud hamba wanita melahirkan tuannya adalah jika seorang laki-laki memiliki hamba wanita, lalu berhubungan dengannya dan hamba itu melahirkan anak. Anak tersebut kemudian berstatus sebagai tuannya. Pendapat Imam Nawawi ini mewakili pendapat majoriti ulama.
Makna kedua, orang kaya menjual budak yang telah melahirkan anak darinya. Selang bertahun-tahun setelahnya, si anak yang telah besar dewasa membeli budak tersebut. Hingga jadilah wanita yang sebenarnya adalah ibunya itu menjadi hambanya.
Makna ketiga, sebagian ulama menjelaskan bahwa “hamba wanita melahirkan tuannya” adalah kalimat kiasan. Maknanya, ketika orang-orang sudah tak lagi berbakti kepada ibunya. Tidak menghormati ibunya. Tidak memuliakan ibunya. Yang terjadi justru sebaliknya, anak menyuruh-nyuruh ibunya.
Anak memperlakukan ibunya seperti pembantu, seperti hamba. Diperintah dan disuruh-suruh. Diperintah melakukan pekerjaan domestik urusan rumahtangga, disuruh mengerjakan pekerjaan dapur dan ambil air ditelaga; disuruh mencuci, menyetrika, membersihkan rumah, memasak, dan sejumlah aktifitas yang tak sepatutnya diberikan kepada si ibu.
Syaikh Musthafa Dieb Al Bugha dan Syaikh Muhyidin Mistu dalam Al Wafi menjelaskan makna ini, “Banyak anak yang durhaka pada orangtuanya, mereka memperlakukan orangtuanya seperti perlakuan tuan terhadap hambanya.”
Makna pertama dan kedua, dulu pernah terjadi meskipun intensitasnya tidak dapat dipastikan apakah hanya beberapa kes atau sering terjadi. Namun makna ketiga ini, sungguh waktu ini telah terjadi dalam jumlah yang besar. Tidak sedikit terjadi ibu diperlakukan seperti pembantu oleh anaknya sendiri.
Sebagiannya mungkin terjadi di dalam masyarakat kita. Sebagiannya muncul ke permukaan melalui berita, sebagiannya lagi tidak diberitakan media tetapi dijumpai di masyarakat dan menjadi perbincangan. Sebagian lagi, mungkin ada ibu-ibu yang hanya meneteskan air mata menahan derita saat dirinya diperlakukan seperti pembantu oleh anaknya sendiri. Padahal sejatinya, ibu adalah orang yang paling berhak atas anak-anaknya. Bukan hanya berhak dimuliakan, dihormati dan ditaati, bahkan kebaikannya tak dapat ditebus meski seluruh dunia dipersembahkan anak kepadanya.
Salah satu tanda kiamat pernah disampaikan Rasulullah SAW kepada Malaikat Jibril yang datang dalam wujud laki-laki tampan.
أَنْ تَلِدَ الأَمَةُ رَبَّتَهَا
“Jika budak wanita telah melahirkan tuannya” (HR. Muslim)
Demikian sabda Rasulullah menjawab pertanyaan apa tanda-tanda kiamat. Ada tanda lain yang disebutkan setelah kalimat ini, namun fokus kita kali ini pada kalimat ini. Apa makna “hamba wanita melahirkan tuannya”?
Imam Nawawi menjelaskan bahawa maksud hamba wanita melahirkan tuannya adalah jika seorang laki-laki memiliki hamba wanita, lalu berhubungan dengannya dan hamba itu melahirkan anak. Anak tersebut kemudian berstatus sebagai tuannya. Pendapat Imam Nawawi ini mewakili pendapat majoriti ulama.
Makna kedua, orang kaya menjual budak yang telah melahirkan anak darinya. Selang bertahun-tahun setelahnya, si anak yang telah besar dewasa membeli budak tersebut. Hingga jadilah wanita yang sebenarnya adalah ibunya itu menjadi hambanya.
Makna ketiga, sebagian ulama menjelaskan bahwa “hamba wanita melahirkan tuannya” adalah kalimat kiasan. Maknanya, ketika orang-orang sudah tak lagi berbakti kepada ibunya. Tidak menghormati ibunya. Tidak memuliakan ibunya. Yang terjadi justru sebaliknya, anak menyuruh-nyuruh ibunya.
Anak memperlakukan ibunya seperti pembantu, seperti hamba. Diperintah dan disuruh-suruh. Diperintah melakukan pekerjaan domestik urusan rumahtangga, disuruh mengerjakan pekerjaan dapur dan ambil air ditelaga; disuruh mencuci, menyetrika, membersihkan rumah, memasak, dan sejumlah aktifitas yang tak sepatutnya diberikan kepada si ibu.
Syaikh Musthafa Dieb Al Bugha dan Syaikh Muhyidin Mistu dalam Al Wafi menjelaskan makna ini, “Banyak anak yang durhaka pada orangtuanya, mereka memperlakukan orangtuanya seperti perlakuan tuan terhadap hambanya.”
Makna pertama dan kedua, dulu pernah terjadi meskipun intensitasnya tidak dapat dipastikan apakah hanya beberapa kes atau sering terjadi. Namun makna ketiga ini, sungguh waktu ini telah terjadi dalam jumlah yang besar. Tidak sedikit terjadi ibu diperlakukan seperti pembantu oleh anaknya sendiri.
Sebagiannya mungkin terjadi di dalam masyarakat kita. Sebagiannya muncul ke permukaan melalui berita, sebagiannya lagi tidak diberitakan media tetapi dijumpai di masyarakat dan menjadi perbincangan. Sebagian lagi, mungkin ada ibu-ibu yang hanya meneteskan air mata menahan derita saat dirinya diperlakukan seperti pembantu oleh anaknya sendiri. Padahal sejatinya, ibu adalah orang yang paling berhak atas anak-anaknya. Bukan hanya berhak dimuliakan, dihormati dan ditaati, bahkan kebaikannya tak dapat ditebus meski seluruh dunia dipersembahkan anak kepadanya.
Ulasan
Catat Ulasan