ABUYA MENERUSKAN TRADISI HALAQAH ILMU DARI ASIA BARAT.
Ketika kita berada di kompleks pendidikan Abuya dalam perkampungan Islam yang Abuya asaskan, seolah-olah kita dibawa ke Tarim Yaman. Kota Tarim itu nama sebuah kota di Hadramaut, Yaman. Kota Sejuta Wali.Para muslimahnya berpakaian hijab berwarna hitam. Bagitu juga kita melihat halaqah-halaqah ilmu yang dibuat di surau yang ada diperkampungan Abuya. Suasana dan pemandangan tersebut dapat kita saksikan pasa tahun 1975 hingga 1994.
(Muslimah berhijab dan berniqab)
Selepas pengharaman oleh orang politik ia sudah tidak kelihatan lagi.
Selepas pengharaman oleh orang politik ia sudah tidak kelihatan lagi.
Pada tahun 1985 ketika ahli-ahli rombongan Abuya ada di bandar -bandar di Morocco, kita mudah melihat halaqah-halaqah ilmu. Hampir setiap bandar didapati halaqah-halaqah tersebut. Ia dibuat secara rasmi di dewan masjid-masjid yang bernaung dibawah Jami’ah Al-Qarawiyyin.
(Cucu-cucu Abuya bertadarus 2019 sempena Ramadhan).
Pada awalnya aktiviti ilmiah yang ada di masjid ini hanya membahas tentang ilmu tafsir, fiqih, dan hadis. Namun, seketika muncul beberapa kajian lain seperti linguistik, sastra, filsafat, politik, matematika, astronomi, ekonomi, seni rupa, dan musik.Suasana halaqah-halaqah tersebut masih boleh kita dapati
Pada awalnya aktiviti ilmiah yang ada di masjid ini hanya membahas tentang ilmu tafsir, fiqih, dan hadis. Namun, seketika muncul beberapa kajian lain seperti linguistik, sastra, filsafat, politik, matematika, astronomi, ekonomi, seni rupa, dan musik.Suasana halaqah-halaqah tersebut masih boleh kita dapati
di Tarim Yaman. Menurut kawan-kawan yang ada di sana, mereka seolah-olah berada di perkampungan Abuya di Sungai Penchala Kuala Lumpur.
Bagi yang kawan-kawan masih ada ada di Tarim Yaman terlepas rindu mereka kepada suasana perkampungan Abuya.
Pada abad ke-10, sebelum universiti tertua di Eropah lahir, ilmu kedoktoran dan farmasi sudah diajarkan di Jami’ah Al-Qarawiyyin. Menyusul setelahnya kajian sosiologi, geografi, sejarah, arsitektur, teknik, psikologi, dan berbagai cabang ilmu alam lainnya. Dengan tetap mengikuti aturan pihak universitas, pelajar di Qarawiyyin diberikan kebebasan untuk mengambil studi apapun yang diminatinya.
Dengan demikian, lahirlah sarjana-sarjana polymath yang menguasai lebih dari satu bidang ilmu.Praktikal kuliah di Masjid Qarawiyyin menggunakan sistem halaqah.Dalam sistem ini, pengajar dan pelajar duduk melingkar di lantai masjid. Pelajar lelaki dan wanita kuliah dalam tempat terpisah. Mimbar-mimbar masjid sering digunakan pengajar dan ilmuwan tamu untuk memberikan bahan ilmu pada ketika seminar atau kuliah dengan jumlah peserta yang ramai.
Terdapat puluhan halaqah yang menyebar di berbagai sudut Masjid Qarawiyyin, sesuai dengan mata kuliah dan jadualnya. Universiti Qarawiyyin pun sering mengirimkan sejumlah ilmuan nya untuk memberikan ilmu pengetahuan ke berbagai universitas di dunia, seperti Universitas Bologna, Universiti Sankore, Universiti Al-Azhar, dan Universiti Granada.Ketika jumlah pelajar di Universitas Qarawiyyin kian bertambah, pihak universitas akhirnya melakukan seleksi yang sangat ketat dalam menerima mahasiswa baru.
Calon mahasiswa harus menguasai Al-Quran, bahasa Arab, dan ilmu-ilmu umum dari madrasah tingkat dasar. Selain itu, untuk mengatasi kepadatan ruang, beberapa halaqah dipindahkan ke sejumlah madrasah di sekitar masjid, seperti Madrasah Mesbahia, Madrasah Attarin, Madrasah Seffarin, Madrasah Fes El Jedid, dan Madrasah Bou Inania.
Aktivitas ilmiah di universitas tertua ini tidak dapat terlepas dari peran Perpustakaan Qarawiyyin yang berada di sebelah timur masjid. Bahan-bahan kuliah selalu diambil dari perpustakaan ini.
Tidak hanya digunakan oleh pihak universiti saja, berbagai madrasah di sekitar Masjid Qarawiyyin pun ikut mempergunakan perpustakaan tersebut. Hingga kini, Perpustakaan Qarawiyyin merupakan salah satu yang terbesar di antara tiga puluhan perpustakaan yang ada di Kota Tua Fez.Universitas Qarawiyyin telah melahirkan sejumlah ilmuwan Muslim yang telah memberikan kontribusi besar pada dunia pengetahuan, di antaranya adalah; ahli geografi dan pembuat peta, Muhammad Al-Idrisi (1099 – 1166); penjelajah, penulis, serta ahli hadis, Ibnu Rashid Al-Sabti (1259 – 1321); geografer, Al-Wazzan Al Fasi atau Leo Africanus (1494 – 1554); ahli teologi dan filsafat, Ibnu Al-Arabi (1076 – 1184); sastrawan, sejarawan, ahli filsafat, dan dokter, Ibnu Al-Khatib (1313 – 11374); astronom, Al-Bitruji atau Alpetragius (? – 1204); dan ahli sejarah, ekonomi, teologi, matematika, filsafat, hukum, astronomi, militer, kesehatan, dan sosiologi, Ibnu Khaldun (1332 – 1406).
ISESCO (Islamic Educational, Scientific and Cultural Organization) dalam tulisannya yang bertajuk “Fes: Capital of Islamic Culture” mengemukakan, sejumlah ilmuwan besar Muslim asal Andalusia sempat mengajar di Qarawiyyin, di antaranya; ahli astronomi, fisika, psikologi, musik, botani, dan kedokteran, Ibnu Bajjah atau Avempace (1095 – 1138); ahli ilmu kedokteran dan farmasi, Ibnu Zuhr atau Avenzoar (1091 – 1161); dan ahli filsafat, teologi, psikologi, politik, musik, kedokteran, astronomi, geografi, fisika, matematika, dan teknik, Ibnu Rushid atau Averroes (1126 – 1198).
Jami’ah Al-Qarawiyyin yang menjelma menjadi sebuah universitas yang paling terkemuka di abad pertengahan membuatnya tidak hanya diminati oleh para pelajar Muslim, namun juga oleh pelajar non-Muslim. Ahli filsafat dan agama Yahudi ternama, Rabbi Moshe ben Maimon (1135 – 1204) yang dijuluki oleh para penganut Yahudi sebagai “Nabi Musa kedua” adalah lulusan Universitas Qarawiyyin. Nicolas Cleynaerts (1495 – 1542) dan Jacob Golius (1596 – 1667) tercatat pernah belajar tata bahasa Arab di universitas ini. Golius bahkan telah menerjemahkan buku astronomi karya Al-Farghani dan buku kedoktoran karya Ibnu Baklarech lalu mempublikasikannya ke Eropa. Gerbert ‘d Aurillac (946 – 1003) yang kemudian menjadi Paus Sylverster II belajar matematika dan astronomi di Qarawiyyin.
Bagi memperkenalkan numeral Arab
ke Eropah. Kini, Universiti Qarawiyyin dibagi menjadi sejumlah fakultas yang tersebar di empat kota besar, di antaranya Fes, Agadir, Tetouan, dan Marrakech. Jami’ah Al-Qarawiyyin yang telah beroperasi sejak 12 abad lalu hingga sekarang tidak pernah rehat menjadi pusat ilmu bagi para pelajar dari berbagai penjuru dunia.
Ulasan
Catat Ulasan