Langkau ke kandungan utama

APAKAH MATLAMAT/TUJUAN HIDUP MANUSIA.

APAKAH MATLAMAT/TUJUAN  HIDUP MANUSIA.


Salah satu inti pati ajaran Islam adalah membimbing manusia menemukan tujuan hidup atau matlamat hidup yang sebenarnya. Islam mengajak manusia untuk merenungi satu pertanyaan yang paling asas bagi setiap orang, iaitu untuk apa manusia hidup di dunia ini. Pertanyaan ini tentu memerlukan satu jawapan yang tepat. Karena jika manusia tidak tepat dalam menjawabnya, maka manusia akan gagal dalam hidupnya. Jika manusia gagal dalam hidupnya di dunia maka manusia juga akan gagal di akhirat kelak.


Bagaimanakah cara manusia menjawab pertanyaan itu? Ada sebagian orang yang mencari jawapannya dengan semata-mata menggunakan akal. Ternyata natijahnya, tiap-tiap orang memiliki pendapat yang berbeza-beza. Ada yang berpendapat hidup ini untuk mencari kekekayaan dan kesejahteraan hidup, ada yang berpendapat hidup ini untuk mencari kekuasaan dan keunggulan dikalangan manusia yang lain, ada yang berpendapat hidup ini untuk membangun tamadun yang maju, ada juga yang berpendapat hidup ini untuk mencari bermacam-macam kesenangan, kenikmatan dan kemewahan. Dan masih banyak lagi berbagai pendapat lain, menurut hasil pemikiran masing-masing. Kalau kita perhatikan, pertanyaan di atas sebenarnya cukup sederhana namun ternyata sulit menjawabnya. 


Bukan saja akal manusia tidak mampu menjawabnya, bahkan jika ditanyakan kepada manusia yang pelbagai ragam maka muncul perbezaan pendapat. Rupanya akal manusia memiliki kelemahan, tidak semua hal dapat difikirkannya. Hal-hal yang ghaib, akhirat, syurga, neraka dan lain sebagainya, akal tidak dapat menjangkaunya sekalipun manusia itu pintar dan kuat akalnya.Bagaimana dengan kita? Kita sebagai orang Islam memiliki panduan hidup yang diberikan Allah kepada kita, yaitu petunjuk Allah (هدايه) di dalam Al Quran dan sunnah Rasulullah SAW. Jadi, kita sebenarnya tidak perlu meneka-neka dan meraba-raba lagi, tidak perlu sampai letih akal kita mencari jawapannya. 


Lebih baik kita bersandar dengan yang telah Allah berikan kepada kita. Itulah jawapan yang tepat menurut Al Quran dan itulah yang patut menjadi pegangan kita, yang menjadi keyakinan kita, serta amalan perjuangan kita, agar kita mendapat keselamatan. Di dalam Al Quran disebutkan bahwa sesungguhnya yang benar itu datang dari Allah. Karena itu kita terima sajalah jawaban dari Allah. Semoga dengan begitu kita selamat di dunia dan akhirat. Lalu, apa jawapan Allah atas pertanyaan kita itu. Ternyata Allah telah memberikan jawapan kepada kita di dalam Al Quran.“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menyembah (beribadah) kepada-Ku.” (Adz Dzaariat 51:56).


Ayat Al Quran tersebut mengatakan kepada kita bahwa Allah menciptakan kita untuk beribadah atau mengabdikan diri kepada-Nya. Dengan kata lain kita diciptakan untuk tunduk dan patuh kepada perintah Allah. Maka dengan ayat tersebut maka kita memiliki dalil dan hujah yang kuat. Bahkan jika ditinjau secara logik akal maupun secara psikologi , akal kita menerima bahwa sudah selayaknya manusia menyembah Allah yang telah menciptakannya dan hati kecil kita pun setuju untuk menyembah Allah. Selain dengan dalil ayat suci Al Quran, kita juga dapat membuktikan dengan mudah bahwa akal dan hati kita setuju untuk menyembah Allah. 


Sebagai contoh, bagaimanakah perasaan kita jika ada orang yang memanggil kita dengan sebutan hamba Allah? Tentu kita tidak akan menolaknya bahkan kita merasa senang. Akal kita menerimanya dan hati kita menyetujuinya. Bahkan kalaupun kita bukan seorang hamba Allah yang patuh dan taat kepada Allah, kita tetap merasa senang dan terhibur dengan sebutan itu. Mengapa begitu? Karena memang Allah telah menjadikan kita untuk menjadi hamba-Nya. Apa yang disetujui oleh Allah, disetujui juga oleh akal dan hati kita. Dan apa yang disetujui oleh akal dan hati kita, disetujui juga oleh Allah.


Sebaliknya, bagaimanakah perasaan kita jika ada orang yang memanggil kita dengan sebutan hamba dunia, hamba harta atau hamba nafsu? Akal dan hati kita tidak setuju kita dikatakan begitu. Bukan hanya tidak setuju bahkan hati kita terasa sakit. Jika seseorang yang sedang sakit dituduh-tuduh mejadi hamba selain Allah mungkin dia akan meninggal seketika.Begitulah, apa yang tidak disetujui oleh Allah juga tidak disetujui oleh akal dan nafsu. Dan sebaliknya, apa yang tidak disetujui akal dan hati, Allah juga tidak menyetujuinya.
Karena itu, mau tidak mau kita harus menyembah Allah. Allah setuju, akal setuju dan hati setuju. Jadi kalau manusia tidak mahu menyembah Allah, tidak mahu mengabdikan diri kepada Allah, tidak mahu tunduk dan patuh kepada Allah, dia bukan saja menentang Allah, bahkan menentang akal dan hatinya.


Pada hakikatnya menusia menentang dirinya sendiri. Kalau seseorang menentang dirinya sendiri, maka dia tidak akan medapatkan kebahagiaan dalam hidupnya. Walaupun seseorang itu memiliki pangkat dan jawatan yang tinggi, rumah yang mewah dan harta kekayaan yang melimpah. Buktinya banyak. Kita saksikan di saat ini, bangsa-bangsa yang dikagumi karena kemajuan mereka di bidang ekonomi dan pembangunan, juga terdapat ramai orang yang terkenal, tapi banyak sekali penduduknya yang mati bunuh diri kerana mereka sudah kehilangan kebahagiaan. Kebanyakan mereka orang yang terkenal tapi hidupnya frust dan kecewa. Mengapa demikian? Kerana  mereka sama sekali tidak mengenal Allah, tidak mahu menyembah Allah. Mereka menentang dirinya sendiri sehingga akibatnya mereka tidak mendapatkan kebahagiaan. Kerana itu kita mesti mengenal dan menyembah Allah, agar kita selamat di dunia dan akhirat.


Mungkin hati kecil kita akan bertanya-tanya, “Jika benar manusia itu sudah selayaknya menyembah Allah, mengapa perasaan hati kita sendiri selama ini tidak mengajak atau mengingatkan kita agar menyembah Allah?” Kita juga merasa susah untuk taat kepada Allah. Hal itu disebabkan kerana di dalam diri manusia ada dua musuh batin yang senantiasa mempengaruhi hati dan akal manusia. Kedua musuh batin itu adalah syaitan dan hawa nafsu yang selalu menggoda manusia dan membawa manusia pada jalan kesesatan.
Di dalam Al Quran disebutkan : 

“Sesungguhnya syaitan adalah musuh yang sangat nyata” 
(Al Baqarah 2:208).

Dan tentang nafsu, Allah juga berfirman :
“Sesungguhnya nafsu itu selalu mengajak manusia pada kejahatan” (Yusuf 12:52)


Kerana dalam diri manusia itu ada dua musuh batin maka hati manusia menjadi lalai dan durhaka kepada Allah. Kalau syaitan dan hawa nafsu tidak ada tentu manusia akan mengenal Allah, cinta dengan Allah, bahkan tenggelam dalam kecintaan kepada Allah kerana fitrah manusia telah mengenal Allah sejak sebelum ditiupkannya roh dan mengetahui bahwa Allah saja yang patut disembah dan diagungkan.


Selain itu, kalau kita kaji dengan hati dan akal fikiran yang jernih, kita mengetahui melalui sejarah maka sudah menjadi ketentuan Allah bahwa manusia di mana saja berada, walau bagaimana pun hebatnya, tidak dapat mengelak dari bala bencana atau perkara-perkara yang tidak disukainya. Bala bencana, ujian dan musibah menimpa semua orang, baik muslim mahupun kafir, baik yang taat mahupun durhaka.
Siapakah manusia yang dapat mengelak dari kemiskinan? Kalau tidak miskin harta, miskin jiwa. Miskin jiwa tentu lebih parah, kerana manusia selalu merasa tidak cukup. Jika iman lemah, walaupun wang banyak selalu saja merasa kurang. Dan yang lebih parah lagi, sudahlah miskin harta, miskin jiwa pula.


Kalau manusia dapat mengelak dari kemiskinan, maka dapatkah manusia mengelak dari sakit? Bahkan doktor sendiri pun  ramai juga yang ditimpa penyakit. Inilah keadilan Allah. Sakit ditimpakan kepada semua orang. Sakit sebagai utusan dari Allah untuk mengingatkan manusia. Kalau tidak miskin, tidak sakit, dapatkan manusia mengelak dari fitnah dan umpatan orang? Manusia tidak dapat mengelak dari kesusahan yang ditimpakan oleh manusia lain, bahkan banyak yang menjadi mangsa pembunuhan.Selain itu dapatkah manusia mengelak dari di timpa bencana alam, seperti angin, badai, petir, ribut taufan dan sebagainya? Atau dapatkah manusia mengelak dari kematian ibu dan ayah, isteri, dan anak-anaknya? Tidak ada manusia yang menginginkan musibah, tapi Allah timpakan juga musibah itu. 


Tidak ada manusia yang dapat melepaskan diri dari ujian hidup. Semua manusia terkena. Orang yang kafir terkena, orang Islam pun terkena. Yang menyembah Allah terkena, yang tidak menyembah Allah pun terkena. Yang taat terkena, yang durhaka pun terkena. Jadi, jika ternyata bala bencana itu merata dan semua manusia merasakannya, maka tentu lebih baik kita menjadi orang mukmin yang diuji daripada menjadi orang kafir yang diuji. Lebih baik orang yang menyembah Allah yang diuji daripada orang durhaka yang diuji.
Tidak pernah terjadi yang terkena ujian itu orang yang baik-baik saja, yang menyembah Allah, yang patuh kepada Allah. Sedangkan yang kafir tidak pernah sakit, tidak pernah miskin, tidak pernah disusahkan orang. Dalam pengalaman kita, semua orang akan mengalami.
Kerana itu, jika memang suatu saat kita pasti ditimpa musibah, maka lebih baik kita mengalaminya dalam keadaan menyembah Allah. 


Sebab orang mukmin yang sejati kalau ditimpa sedikit kesusahan dari Allah, kalau dia ada sedikit dosa, maka kesusahan itu adalah sebagai penghapusan dosa. Allah memberikan hukuman di dunia agar tidak dihukum di akhirat, sebab hukuman di akhirat tentu jauh lebih berat. Tetapi kalau orang mukmin itu tidak ada dosa dan dia redha dengan ujian itu, maka itu merupakan peningkatan derajat dan pangkat dari Allah. Sedangkan kalau orang itu adalah orang yang durhaka atau terlebih lagi kafir, maka ujian itu merupakan kutukan Allah di dunia dan akhirat. Di dunia ditimpa neraka dunia, di akhirat akan ditimpa neraka yang lebih berat lagi, bahkan boleh jadi kekal abadi.


Sebenarnya tidak ada alasan untuk tidak menyembah Allah. Seandainya kita katakan, “Kalau menyembah Allah, nanti jadi miskin”, maka tidak menyembah Allah pun kita jadi miskin juga. Kalau kita membaca berita, setiap hari ada yang bunuh diri, ada yang tertembak, ada yang mengalami kecelakaan lalu lintas. Rupanya bukan saja orang yang taat terkena musibah, orang yang tidak mengenal Allah pun terkena musibah juga. Jika akal dan hati kita tidak dapat menilai karena diganggu oleh syaitan dan hawa nafsu, maka kita jadi tidak mau mengenal dan menyembah Allah. Sebaliknya, kalau kita dapat menilai, sebenarnya bala dan kesusahan itu diratakan kepada semua manusia, maka mengapa kita takut susah, takut miskin karena menyembah Allah?


Lalu dengan cara bagaimanakah kita menyembah Allah? Cara menyembah Allah atau beribadah kepada Allah ada tiga bagian, iaitu:
1. Ibadah yang asas: Mempelajari, memahami, meyakini Rukun Iman, serta mempelajari, memahami dan melaksanakan Rukun Islam, yaitu Syahadat, Solat, Puasa, Zakat, dan Haji bagi yang mampu.
2. Ibadah Fadhailul ‘Amal: Amalan-amalan yang utama seperti puasa Isnin Kamis, solat Tahajud, shalat sunat Rawatib, membaca tasbih, tahmid, tahlil, membaca Selawat Nabi, dll.
3. Ibadah yang umum: Ibadah yang lebih luas, seluas dunia, yaitu hal-hal mubah (harus) yang dapat dijadikan amal ibadah jika memenuhi lima syarat :
a. Niat yang benar yaitu karena Alah.
b. Perkara yang kita lakukan dibenarkan oleh syariat
c. Pelaksanaannya juga sesuai dengan syariat
d. Hasil yang diperoleh dipergunakan sesuai syariat
e. Jangan sampai meninggalkan ibadah yang asas


Ibadah yang asas serta ibadah yang fadhu, kalau dapat diamalkan dengan sungguh-sungguh, lahir dan batin, dengan penuh khusyuk, dapat membuahkan akhlak yang mulia dan budi pekerti yang baik. Akhlak yang mulia ini merupakan buah ibadah. Kerana itu, Allah menilai ibadah manusia bukan atas dasar banyaknya, tapi sejauh mana ibadah itu memberikan hasil atau kesan iaitu dapat berbuah akhlak yang mulia. Sepatutnya semakin banyak seseorang beribadah, semakin halus akhlaknya. Itulah yang disebut amal soleh. Namun kalau ibadahnya banyak tapi tidak membuahkan akhlak yang mulia, justru akan mendapat hukuman di akhirat nanti. Pernah satu ketika Rasulullah SAW berkumpul bersama dengan para sahabat, kemudian salah seorang sahabat berkata, “Saya memiliki jiran tetangga seorang wanita, dia berpuasa di siang hari dan di malam harinya salat tahajjud, tetapi ia selalu menyakiti jiran tetangganya dengan lidahnya.” Mendengar cerita itu Baginda Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada kebaikan lagi baginya dan dia adalah ahli neraka.”


Mengapa demikian? Sebab ibadah tidak berbuah. Jadi, orang yang menyakiti orang lain, ibadahnya tidak melahirkan akhlak.
Sementara itu, pada kesempatan yang lain, di dalam sebuah majlis, Rasulullah SAW mengatakan kepada para sahabat bahwa tidak lama lagi akan datang seorang ahli syurga. Jadi, mereka pun menunggu siapakah yang akan datang yang Rasulullah sebut ahli syurga itu. Tidak lama kemudian datang Sayidina Saad bin Abi Waqqash. Setelah majlis itu selesai, ada salah seorang sahabat yang ingin mengetahui apa amalan beliau sehingga Rasulullah menyebutnya ahli syurga. Sahabat itu mengikuti sampai ke rumah dan meminta izin untuk bermalam di sana. Setelah diamati sepanjang malam, tidak terlihat ada yang istimewa. 


Setelah Subuh sahabat itu akhirnya bertanya, “Sebelum engkau datang dalam majlis kemarin, Rasulullah berkata bahwa akan datang seorang ahli syurga. Aku ingin bertanya apakah yang menjadi amalanmu sehingga Rasulullah mengatakan engkau adalah ahli syurga.” Jawab oleh beliau, “Aku tidak ada hasad dengki dengan orang lain. Bahkan niat untuk berhasad dengki pun tidak ada..”
Begitulah contoh ibadah yang walaupun sedikit tapi berbuah akhlak mulia.Kemudian ibadah yang ketiga adalah bentuk ibadah yang lebih luas. Setiap aktiviti kita dapat menjadi ibadah apabila memenuhi lima syarat ibadah. Misalnya, di bidang ekonomi, sains dan teknologi, pendidikan, pemerintahan, dan lain-lain. Jelas bahwa ibadah ini akan melahirkan pembangunan fizikal dan material.


Inilah yang dikatakan sebagai keseimbangan antara pembangunan rohaniah dan lahiriah. Mengapa dikatakan seimbang? Sebab dengan kita melaksanakan ibadah yang pertama dan kedua artinya kita melahirkan akhlak yang mulia, kemudian melaksanakan ibadah yang ketiga dengan menempuh lima syarat ibadah, maka lahir pembangunan fizikal dan material. Kalau umat Islam benar-benar mengikuti prinsip ini, tentu Islam akan berjaya memakmurkan dunia. Tetapi selama kita masih mengikuti sistem orang lain, bukan keberhasilan yang didapat, bahkan terjadi kriris di antara sesama umat Islam sendiri.Banyak perkara yang selama ini belum kita fahami, kini sudah dapat difahami. Setiap usaha ikhtiar kita akan menjadi ibadah apabila memenuhi lima syarat ibadah. 


Apa yang dapat kita fahami melalui prinsip lima syarat ibadah ini? Prinsip lima syarat ibadah membuktikan bahwa kemajuan dunia dan kemajuan akhirat tidak terpisah. Ibadah dan kemajuan tidak terpisah. Misalnya, kalau kita berhasil mengurus premis kita dengan memenuhi lima syarat itu, bukankah itu juga satu kemajuan dunia? Kita mendapatkan kemajuan di bidang ekonomi. Dan kerana ia juga bernilai ibadah, Allah membalasnya dengan syurga. Tidak boleh dikatakan antara kemajuan dunia dan akhirat itu terpisah.
Setelah kita mengetahui tentang prinsip lima syarat ibadah ini, maka pandangan umum yang menganggap dunia 50% dan akhirat 50%, terbukti tidak tepat. Tidak ada konsep ‘fifty-fifty’ dalam Islam. 


Dalam Islam, kemajuan dunia adalah sekaligus kemajuan akhirat. Dengan prinsip ini terlihat bagi kita keindahan Islam. Satu aktiviti yang kita lakukan akan mendapat dua keuntungan, keuntungan dunia dan keuntungan akhirat. Pembangunan yang terjadi, baik di bidang ekonomi, sains dan teknologi, pendidikan dan sebagainya, ibarat buah-buah yang lahir dari sebuah pohon. Pohonnya adalah umat Islam yang menjadikan hidupnya untuk beribadah kepada Allah dan berupaya menegakkan hukum-hukum Allah. Contohnya, perniagaan karena tuntutan fardhu kifayah. Bila maju perniagaan itu artinya umat Islam telah membangun kemajuan di bidang ekonomi. Jika semakin banyak umat Islam meluaskan ibadah dengan cara yang ketiga, maka semakin banyaklah kemajuan umat Islam. Akhirnya umat Islam dapat hidup berdikari  tanpa bergantung lagi dengan orang lain. 


Sebaliknya jika umat Islam lalai menegakkan ibadah bentuk yang ketiga maka semakin kurang kemajuan yang dicapai oleh umat Islam. Akhirnya umat Islam akan selamanya bergantung dengan orang yang bukan Islam, akibatnya sampai kapanpun umat Islam akan terus terhina diperhambakan orang lain. Sebenarnya, jika kita betul-betul dapat memahami, ajaran Islam ini akan terlihat indah. Di samping kita mendapat kemajuan dunia, kita juga mendapat kemajuan akhirat. Dan kemajuan dunia yang dicapai tidak menimbulkan krisis sesama kita. Tetapi kalau kita tidak dapat memahami ajaran Islam dan lalai untuk mengamalkannya, maka kita tidak akan mendapatkan kemajuan, bahkan sebaliknya akan terjadi krisis di antara kita sesama umat Islam.













Ulasan

Catatan popular daripada blog ini

NEGARA SYAM.

NEGARA SYAM (JORDAN, PALESTIN,HEBRON, SYRIA) Negara Jordan menjadi tempat transit bagi Abuya sebelum meneruskan perjalanan ke negara negara lain. Jordan juga dikenali dengan bumi Anbiya. Jordan juga banyak meninggalkan kesan  peninggalan purba yang berusia  ribuan tahun. Ia banyak di Jordan atau dulu dikenali dengan negeri Syam. Wilayah Syam zaman kebangkitan pertama mengandungi Jordan, Palestin, Lubnan dan Syria. Di era kebangkitan kali kedua Syam telah terpecah kepada empat negara. Ia dilakukan oleh penjajah. Kini terdapat negara Jordan, Palestin, Lubnan dan Syria secara berasingan satu sama lain. Jordan era terkini dikenali dengan Kerajaan Hasyimiyah Jordan, (Hashemite Kingdom of Jordan) atau lebih dikenali dengan nama Jordan sahaja  merupakan sebuah negara Arab yang terletak di Asia Barat (dulu dianggap Timur Tengah) bersempadan dengan negara-negara Arab yang lain. Ia terletak pada koordinat 34-29 Utara 35-39 Timur iaitu di sebelah Barat La

KEBANGKITAN ISLAM AKHIR ZAMAN.

KEBANGKITAN ISLAM AKHIR ZAMAN. Allah telah mengkhabarkan kepada kita melalui lidah Rasul-Nya bahawa Allah telah ‘set’kan satu Jadual Allah SWT untuk umat yang datang sesudah wafatnya Nabi akhir zaman. Itulah kasih sayang Allah dan Rasul-Nya kepada umat Islam, yang untuk mereka tidak ada lagi nabi dan rasul.Maka diceritakan lah perkara-perkara yang bakal terjadi sama ada yang positif atau negatif. Dengan mengetahui dan memahami jadual itu, umat Islam terpandu atau terpimpin untuk menghadapi dan menerima takdir yang bakal berlaku. Antara jadual yang dimaksudkan itu ialah, Rasulullah SAW bersabda: Yang artinya : "Telah berlaku Zaman Kenabian ke atas kamu, maka berlakulah zaman kenabian sebagaima­na yang Allah kehendaki. Kemudian Allah mengangkat zaman itu. Kemudian berlakulah Zaman Kekhalifahan (Khulafaur Rasyidin) yang berjalan seperti zaman kenabian. Maka berlakulah zaman itu sebagaimana yang Allah kehendaki. Kemudian Allah mengangkat nya. Lalu berlakulah zaman

AGAMA NABI IBRAHIM.

AGAMA NABI IBRAHIM. Inti pati ayat: Al Qur’an ayat 123 surat 16 An Nahl, Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): "Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif." dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. Al Qur’an ayat 39 surat 14 Ibrahim, Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) do`a. Al Qur’an ayat 124 surat 2 Al Baqarah, Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang zalim". Al Qur’an ayat 71 surat 21 Al Anbiyaa’, Dan Kami selamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia. N